Selasa, 20 Oktober 2009

Bai'at

JUDUL BUKU : MEMBINA ANGKATAN MUJAHID
PENULIS : SA’ID HAWWA
PENERBIT : ERA INTERMEDIA
TAHUN : 2009
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Rasulullah saw. Bersabda kepada Hudzaifah,
“Hendaklah kamu komitmen bersama jamaah kaum muslimin dan imamnya.”
Salah satu prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim adalah bahwa umat Islam harus mempunyai jamaah dan imam. Kewajiban utama setiap muslim ialah memberikan kesetiaannya kepada jamaah dan imamnya.
Memang, suatu jamaah baru bisa dikatakan sebagai jamaah islamiyah apabila ia telah memenuhi beberapa syarat, meliputi kepahaman dan kesadaran terhadap jamaah itu, serta kesucian pemimpinnya. Jamaatul muslimin adalah jamaah yang memahami Islam dengan baik dan komitmen penuh kepadanya dengan mengikuti cara-cara yang telah dilakukan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Ini merupakan sifat yang senantiasa harus melekat ditubuh umat Islam, demikianlah teks-teks syariat menegaskan. Oleh karena itu, jamaatul muslimin pada hakikatnya merupakan mata rantai sejarah umat Islam sepanjang zaman yang menghubungkan perjalanan aqidah, syariah, maupun system hidup seluruhnya.
Oleh karena itu telah menjadi kewajiban umat Islam untuk tidak memberikan ketaatan kepada selain jamaatul muslimin, maka mereka harus berkiblat pada jamaah yang telah mewakili wujud jamaatul muslimin. Hal itu agar kesetiaan orang muslim tidak tersia-sia, atau –karena sebab-sebab tertentu- diberikan kepada selain orang-orang Islam yang memiliki komitmen.
Oleh karena menegakkan hukum Islam merupakan kewajiban bagi setiap muslim, maka hal itu menuntut adanya sebuah jamaah yang bekerja untuk memperjuangkannya. Karena hukum Islam tidak akan terlaksana kecuali dengan adanya jamaah.
Bersamaan dengan itu, harus ada suatu aksi. Aksi yang dapat mengubah pribadi seorang muslim: dari tanpa tanggungjawab menuju setia padanya; dari ketidakacuhan kepada Islam menjadi setia kepadanya; dari kebodohan terhadap Islam menjadi paham tentangnya; dari lalai menjadi ingat dan sadar. Aksi yang beragam ini menuntut terwujudnya jamaah islamiyah.
Titik tolak untuk mewujudkan shaf yang mampu mencapai tujuan adalah dengan tersedianya individu yang mengetahui tujuan sekaligus cara-cara mencapainya secara jelas, juga kemampuan menyesuaikan diri dengan shaf.
Dahulu Rasulullah saw mengambil berbagi model bai’at dari para sahabatnya. Ada bai’at masuk Islam yang mengharuskan seseorang untuk tunduk kepada berbagi hukum Islam, ada lagi bai’at lain yang diambil dari para sahabatnya seperti bai’at di hari Aqobah. Ketika itu beliau mengambil bai’at dari kaum Anshar dalam rangka melingdunginya, sebagaimana mereka melindungi para istrinya. Di hari Bai’atur Ridwan para sahabat memberikan bai’atnya untuk tidak lari dari medan pertempuran.
Setelah masa Rasulullah saw, muncullah bai’at yang diberikan kepada Amirul Mukminin untuk mendengar dan taat dan bai’at kepada syaikh untuk betaqwa. Pada ujungnya, bai’at bentuk ini banyak dilakukan oleh kaum sufi, bahkan menjadi cirri khasnya.


Penjelasan tentang batasan-batasan bai’at yang dibutuhkan dewasa ini adalah :
1) Bai’at untuk memahami Islam secara benar. tanpa pemahaman yang benar ini, aktivitas untuk atau dengan nama Islam tidak akan pernah terjadi. Tanpa pemahaman, langkah bersama menuju Islam tidak bisa diwujudkan. Jika pun bisa, maka ia hanya berada pada ruang lingkup yang sempit dan tidak dapat memenuhi kebutuhan masa kini maupun masa mendatang.
2) Bai’at untuk berikhlas. Tanpa keikhlasan, amal apa pun tidak akan diterima oleh Allah, tidak juga dapat bergerak di medan dakwah secara benar. setelah itu, shaf pun akan terlibas tanpa bekas.
3) Bai’at untuk beraktivitas, yang telah digariskan awal langkahnya dan telah jelas tujuannya; yang memulai dari diri sendiri dan berakhir dengan penguasaan Islam atas dunia seluruhnya. Ini merupakan kewajiban yang tidak seorang muslim pun terlepas darinya.
4) Bai’at untuk melakukan jihad, yang banyak orang Islam lupa bahwa ia adalah neraca untuk menimbang iman.
5) Bai’at untuk berkorban denga segala yang dimiliki, demi meraih tujuan suci dan surga Allah.
6) Bai’at untuk taat sesuai dengan tingkatan kemampuannya.
7) Bai’at untuk tegar menghadapi segala kondisi di setiap waktu.
8) Bai’at untuk memberikan loyalitas total bagi dakwah ini dengan melepaskan diri dari keterikatan kepada selainnya.
9) Bai’at untuk berukhuwah sebagai titik tolak.
10) Bai’at untuk tsiqoh (memberikan kepercayaan) kepada pemimpin dan shafnya.

Demikianlah, bai’at memiliki sepuluh rukun. Jika terjadi pelanggaran pada salah satu dari rukun ini, maka titik tolaknya telah keliru dan bangunan dakwah tidak akan pernah selesai secara utuh. Jika itu yang terjadi, maka seorang akh mungkin akan kebobolan melalui rukun yang cacat ini dan pada gilirannya jamaah pun akan kebobolan melalui akh ini.
Oleh karena itu, pematrian tiap-tiap rukun –yang sepuluh- ini dalam diri setiap akh merupakan satu-satunya syarat yang menjamin awal langkah dan kesinambungannya.
Sungguh, Islam tidak akan bangkit tanpa kelompok semacam ini. Kelompok semacam ini tidak akan mampu melaksanakan syarat-syarat kebangkitan kecuali jika mereka memiliki komitmen penuh dengan risalah ini, yakni komitmen terhadap rukun-rukun bai’at dan menunaikan kewajiban-kewajibannya.

Perenungan

Saat ini, seluruh dunia menyaksikan kegagalan kapitalisme. Selama hampir dua abad dipraktikkan dan mendominasi seluruh dunia, kapitalisme tidak menghasilkan manfaat apa pun selain menghasilkan kemiskinan, peperangan, ancaman dan terror, penjajahan, kezhaliman, kerusakan dan penghancuran, terhadap aspek kemanusiaan, sumber alam, harta dan kekayaan milik umat, martabat dan etika, bahkan terhadap seluruh sendi kehidupan umat manusia. Selama itu kapitalisme telah berlindung di balik topeng manis yang sengaja dibuatnya, seperti Demokrasi, HAM, bantuan ekonomi dan pembangunan, keterbukaan, perdamaian dunia, toleransi, dan berbagai slogan manis lainnya. Padahal, kenyataannya, justru merekalah yang menjadi perusak dan penghancur simbo-simbol manis yang mereka jual kepada negeri-negeri Muslim dan negeri-negeri miskin.
Tidakkah Anda –wahai kaum Muslim- memperhatikan sejarah negeri Anda sendiri, bagaimana dulunya tersuruk dalam kegelapan ajaran paganisme dan animisme, terpecahbelah dalam ratusan suku, lalu muncul Islam, berkembang, dan menjadikan kaum Muslim dan masyarakat yang hidup di dalamnya berada dalam kemakmuran dan keadilan dibawah rahmat dan berkah dari Allah SWT selama ratusan tahun. Itu adalah masa kejayaan Nusantara, dimana kesultanan-kesultanan Islam yang ada di dalamnya terikat menjadi bagian dari Khilafah Islam, yang menerapkan aturan yang satu, yaitu syariat Islam.
Untuk mencegah persatuan kaum Muslim di seluruh dunia –yang ditakuti oleh para penjajah-, mereka menyusupkan paham nasionalisme, yang sejatinya bertentangan dengan ajaran Islam. Tidak heran jika diantara kaum Muslim lalu muncul permusuhan, peperangan, dan saling menghancurkan satu dengan yang lain. Indonesia pernah berkonfrontasi dengan Malaysia, Yaman Selatan dengan Yaman Utara pernah berperang, begitu juga antara Irak dengan Iran, Chad dengan Sudan; padahal mereka adalah kaum Muslim yang satu, negeri-negeri mereka adalah negeri Islam. Nasionalisme telah mengalahkan ukhuwah dan persatuan kaum Muslim. Islam sudah diletakkan di barisan terakhir. Penjajah telah berhasil mendidik intelektual-intelektual muda pribumi yang juga Muslim dengan pendidikan Barat, yang menjauhkan ajaran Islam, dan memformat ulang cara berpikir mereka agar sesuai dengan cara berpikir para penjajah.
Tidakkah Anda –wahai kaum Muslim- memperhatikan sejarah negeri Anda diwarnai tanda-tanda seperti itu? Dan apa yang terjadi di negeri Anda juga sebenarnya terjadi pula di negeri-negeri Islam lainnya? Maka tidakkah Anda mengambil pelajaran dari perjalanan sejarah yang pernah dilalui negeri ini?
Karena itu, apakah negeri kita akan menuju bibir jurang, lalu terperosok ke lubang kehinaan, penderitaan, kemiskinan, kekacauan, perpecahan, peperangan, dan kehancuran; ataukah akan meraih kesadaran, kebangkitan, keberkahan, keadilan, ketentraman, kemakmuran, kesejahteraan, dan keagungan? Itu semua ditentukan oleh Anda –wahai kaum Muslim-, apakah Anda ingin negeri Anda bangkit dengan Islam, agama Anda yang telah dipilih oleh Allah SWT dan diberi jaminan oleh Rasulullah SAW kebenarannya, keagungannya, dan kesempurnaan (syariat)-nya; ataukah Anda akan tetap mengusung Demokrasi, Liberalisme, Sekulerisme, Kapitalisme, HAM, yang selama ini dijajakan oleh para penjajah modern, yang tidak pernah menghendaki kebaikan sedikitpun kepada Anda dan negeri Anda?!
Keputusan apapun yang Anda pilih, akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (QS. Al-anfal [8]: 24)

Sejarah Nusantara

JUDUL BUKU : KHILAFAH DAN JEJAK ISLAM KESULTANAN ISLAM NUSANTARA
PENULIS : ANONIM
PENERBIT : PUSTA THARIQUL IZZAH
TAHUN : 2009

Islam masuk ke Indonesia sudah sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Dimana daerah pertama yang didatangi oleh Islam adalah pesisir Utara Sumatera, dan setelah berkembangnya para pemeluk Islam, maka kerajaan Islam yang pertama di Indonesia ialah Kesultanan Perlak, tahun 840 M.
Perkembangan agama Islam bertambah pesat pada masa Kesultanan Samudera Pasai, sehingga menjadi pusat kajian agama Islam di Asia Tenggara. Saat itu dalam pengembangan pendidikan Islam mendapatkan dukungan dari pimpinan kerajaan, sultan, uleebalang, panglima sagi, dan lain-lain. Setelah Kesultanan Perlak, berturut-turut muncul Kesultanan Islam Samudera Pasai (1042 M), Kesultanan Islam Aceh (1025 M), Kesultanan Islam Benua Tamiah (1184 M), Kesultanan Islam Darussalam (1511 M).
Ukhuwah yang terjalin erat antara Aceh dan ke-Khilafahan Islam itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Makkah. Puncak hubungan baik antara Aceh dan pemerintahn Islam terjadi pada masa ke-Khilafahan Turki Utsmani, tidak saja dalam hubungan dagang dan keagamaan, tapi juga hubungan politik dan militer telah dibangun pada masa ini.
Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa sebelum tahun 1416 M Islam sudah masuk di Pulau Jawa. Penyiaran Islam pertama di tanah Jawa dilakukan oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Peranan Wali Songo dalam perjalanan kerajaan Islam di Jawa tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi kuat, dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kesultanan. Kesultanan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal adalah Kesultanan Demak. Namun, keberadaan Kesultanan Giri juga tidak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam di tanah Jawa. Yang terkenal sebagai orang yang mula-mula memasukkan Islam ke Jawa ialah Maulana Malik Ibrahim, yang meninggal tahun 1419 M. ketika Portugis mendaratkan kakinya di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1526 M, Islam sudah berpengaruh di sini yang dipimpin oleh Falatehan. Putera Falatehan, Hasanuddin, pada tahun 1552 M oleh ayahnya diserahi memimpin Banten.
Di bawah pemerintahannya agama Islam terus berkembang. Dari Banten menjalar ke Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Pada pertengahan abad ke-16 penduduk Minangkabau memeluk Islam, begitu juga di Gayo Sumatera Utara. Ketika Sultan Malaka terakhir diusir oleh Portugis, ia menetap di Pulau Bintan, yang kala itu sudah menjadi negeri Islam (1511 M).
Pada tahun 1514 M, sebagian penduduk Brunai di Kalimantan sudah memeluk agama Islam. Bahkan pada tahun 1541 M, raja Brunai sendiri masuk Islam. Di Kalimantan Barat, Sambar, yang menjadi bawahan negeri Johor, penduduknya sudah masuk Islam pada pertengahan abad ke-16. Di bagian Selatan Kalimantan yang tadinya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit, setelah Majapahit ditaklukkan oleh kerajaan Islam Demak. Masuknya Islam di Banjarmasin sekitar tahun 1550 M, dan pada tahun 1620 M di Kotawaringin telah terdapat seorang raja yang memeluk agama Islam.
Pada tahun 1600 M, Kerajaan Pasir dan Kutai telah menjadi daerah Islam. Seabad kemudian menyusul kerajaan Berau dan Bulungan. Di Sulawesi, Raja Gowa tahun 1630 M masuk Islam. Selanjutnya Raja Gowa meng-Islamkan daerah-daerah di sekitarnya seperti Bone (1606 M), Soppeng (1609 M), Bima (1626 M), Sumbawa (1626 M) juga Luwu, Palopo, Mandar, Majene, menjadi daerah Islam.
Di wilayah Sulawesi Utara mulai dari Mandar sampai Manado pada pertengahan abad ke-16 menjadi bawahan Kerajaan Ternate, yang rajanya adalah seorang Muslim. Atas ajakan Raja Ternate, Raja Bolaang Mongondow memeluk Islam. Terus ke Timur di Kepulauan Maluku pada awal abad ke-16 telah memiliki kerajaan Islam yakni kerajaan Bacan. Muballigh dari kerajaan ini terus mendakwahkan Islam ke kawasan tetangganya di Papua melalui jalur perdagangan.

Sekular-Liberal

JUDUL BUKU : MENGAPA BARAT MENJADI SEKULAR-LIBERAL?
PENULIS : ADIAN HUSAINI
PENERBIT : CENTER FOR ISLAMIC AND OCCIDENTAL STUDIES (CIOS)
TAHUN : 2007
Sekularisme memang merupakan fenomena khas dalam dunia Kristen. Menurut Bernard Lewis, “Sejak awal mula, kaum Kristen diajarkan- baik dalam persepsi maupun praktis- untuk memisahkan antara Tuhan dan kaisar dan dipahamkan tentang adanya kewajiban yang berbeda antara keduanya. Sedangkan menurut Leewen, persentuhan antara kultur sekular Barat dengan kultur tradisional religius di Timur Tengah dan Asia, adalah bermulanya babak baru dalam sejarah sekularisasi. Sebab, kultur sekular adalah hadiah Kristen kepada dunia.
Pandangan Lewis dan Leeuwen merupakan babak baru dalan sejarah peradaban Barat, dimana ke-Kristenan telah mengalami tekanan barat, sehingga dipaksa untuk memperkecil atau membatasi wilayah otoritasnya. Gereja dipaksa menjadi secular, dengan melepaskan wilayah otoritasnya dalam dunia politik. Fenomena sekularisasi dan liberalisasi pada peradaban Barat –yang kemudian diglobalkan ke seluruh dunia- sebenarnya dapat ditelusuri dari proses sejarah yang panjang yang dialami oleh salah satu peradaban besar di dunia ini.
Dalam sejarah Kristen Eropa, kata “secular” dan “liberal” dimaknai sebagai pembebasan masyarakat dari cengkeraman kekuasaan Gereja, yang sangat kuat dan hegemonic di Zaman Pertengahan. Proses berikutnya bukan saja dalam bidang sosial-politik, tetapi juga menyangkut metodologi pemahaman keagamaan. Misalnya, muncul pemikiran Yahudi Liberal (Liberal Judaism),dengan tokohnya Abraham Geiger. Begitu juga merebaknya pemikiran teologi liberal dalam dunia Kristen. Proses sekularisasi-liberalisasi agama, kemudian diglobalkan dan dipromosikan ke agama-agama lainnya, termasuk Islam.
Sejarah Kekristenan, kata Bernard Lewis, banyak diwarnai dengan perpecahan (skisma) dan kekafiran (heresy), dan dengan konflik antar kelompok yang berujung pada peperangan atau persekusi. Sejarah bermula sejak zaman Konstantine, dimana terjadi konflik antara Gereja Konstantinopel dan Roma; antara Katolik dan Protestan dan antara berbagai sekte dalam Kristen. Setelah konflik-konflik berdarah banyak terjadi, maka muncul kalangan Kristen yang berpikir, bahwa kehidupan toleran antar kelompok masyarakat hanya mungkin dilakukan jika kekuasaan Gereja untuk mengatur politik dihilangkan, begitu juga campur tangan Negara terhadap Gereja.
Di zaman hegemoni kekuasaan Gereja inilah lahir sebuah institusi Gereja yang sangat terkenal kejahatan dan kekejamannya, yang dikenal sebagai “INQUISISI”. Karen Armstrong, mantan biarawati dan penulis terkenal, menggambarkan kejahatan institusi Inquisisi Kristen dalam sejarah sebagai berikut : “Sebagian besar kita tentunya setuju bahwa salah satu dari institusi Kristen yang paling jahat adalah Inquisisi, yang merupakan instrument terror dalam Gereja Katolik sampai dengan akhir abad ke-17. Metode inquisisi ini juga digunakan oleh Gereja Protestan untuk melakukan persekusi dan control terhadap kaum katolik di Negara-negara mereka”.
Ada sebagian kalangan yang dengan gegabah mencoba menyamakan antara al-Qur’an dengan Bible, dengan menyatakan, bahwa semuanya adalah Kitab Suci, dan semuanya mukjizat. Padahal, kalangan ilmuwan Barat yang jeli, bisa membedakan antara kedua Kitab agama itu. Teks al-Qur’an tidak mengalami problem sebagaimana problem teks Bible.
Problem yang kemudian muncul ialah, ketika para ilmuwan dan pemikir diminta mensubordinasikan dan menundukkan semua pemikirannya kepada teks Bible dan otoritas Gereja, justru pada kedua hal itulah terletak problem itu sendiri. Disamping menghadapi problema otentisitas, Bible juga memuat hal-hal yang bertentangan denga akal dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Melalui dominasi dan hegemoninya, Barat berusaha mengglobalkan konsep-konsep keilmuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pemikiran Islam. Proses liberalisasi dan sekularisasi di berbagi bidang yang terjadi di dunia Islam tidak lain adalah bagian dari globalisasi yang berangkat dari pengalaman dan realitas Barat dengan berbagai unsur yang membentuknya, seperti tradisi Judeo Cristian, tradisi Greek, dan unsur-unsur suku-suku bangsa Eropa. Sebagai satu peradaban besar yang masih eksis hingga kini, Islam memiliki banyak perbedaan fundamental dengan peradaban Barat.
Jika perbedaan konsepsi dan sejarah antara teologi Kristen dengan Islam, benar-benar dikaji secara cermat, seyogyanya tidak perlu ada kalangan Muslim yang latah menyebarkan paham sekularisme, pluralism agama, metode kajian Bible untuk al-Qur’an dan sebagainya.
Yang perlu kita pahami adalah bahwa sekularisme dan liberalisme bukan berasal dari ajaran Islam, atau tradisi intelektual Islam. Keduanya merupakan produk konsep agama yang bermasalah dan kekecewaan Barat terhadap agama itu.

Sabtu, 17 Oktober 2009

Kajian Islam

JUDUL BUKU : AKU WARISKAN UNTUK KALIAN!
PENULIS : SAYYID QUTHB
PENERBIT : USWAH
TAHUN : 2007

“…akan tetap ada kesenjangan yang lebar antara kita dan al-qur’an selama kita belum membayangkan di benak kita dan menghadirkan di dalam visi kita bahwa al-qur’an ini ditujukan pada suatu umat yang hidup yang mempunyai eksistensi hakiki; ditujukan untuk menghadapi perisiwa-peristiwa riil dalam kehidupan umat ini; diturunkan untuk menjawab tantangan kehidupan kemanusiaan yang riil di muka bumi ini; dan untuk mengorbankan pertempuran besar di dalam jiwa manusia dan juga di atas muka bumi.”
“Agar kita ingin efektif memperoleh energy al-qur’an, mengetahui hakikat gelora yang tersembunyi di dalamnya, dan mendapatkan nasehat yang tersimpan untuk umat Islam di setiap generasi, sepatutnya kita menghadirkan di dalam visi kita tentang eksistensi generasi Islam pertama yang menjadi objek sasaran al-quran untuk pertama kali.”
“Kitab Allah adalah sumber pengetahuan, pendidikan, pengarahan, dan pembinaan satu-satunya bagi generasi manusia yang unik; sebuah generasi yang tidak terulang dalam sejarah kemanusiaan, baik sebelum maupun sesudahnya…”
“Tetapi, yang mengherankan dari al-qur’an ini, meski terus menerus dijadikan sasaran konspirasi yang terencana, berkembang, dan mengikat, ia tetap menang! Sesungguhnya kitab ini punya keistimewaan-keistimewaan yang menakjubkan dan pengaruh atas fitrah yang menjadikannya mampu mengalahkan konspirasi jahiliyah di muka bumi, konspirasi para setan yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan kaum Salibis di seluruh penjuru bumi dan di setiap masa!”
“Hakikat-hakikat al-qur’an adalah hakikat-hakikat final, pasti dan mutlak, sedangkan apa yang berhasil disimpulkan oleh penelitian manusia—apa pun juga sarana dan prasarana yang dipergunakannya—adalah hakikat-hakikat yang tidak final dan tidak mutlak…”
“Lalu muncullah Teori Evolusi Lewis dan Darwin yang mengatakan bahwa kehidupan dimulai dari satu sel dan sel ini tumbuh di air, kemudian ia berkembang hingga menjadi manusia. Kemudian, di pihak lain, dengan serta merta kita pun membebani nash al-qur’an dengan makna (teori) ini dan memaksanya menjadi pengikut teori ini dengan mengatakan, “Inilah yang dimaksud oleh al-qur’an! Tidak..sebab teori ini tidak final. Ia telah direvisi kurang dari seabad sejak kemunculannya dengan sesuatu yang hampir-hampir mengubahnya secara total.”
“Ikatan agama ini (Islam) bukan ikatan darah dan nasab; bukan ikatan tanah air dan bangsa; bukan ikatan kaum dan marga; bukan ikatan warna kulit dan bahasa; bukan ikatan ras dan suku; juga bukan ikatan profesi dan status sosial.”
“Karena itu, orang-orang yang mengklaim sebagai orang Islam lalu mereka mendirikan masyarakat mereka atas satu atau lebih ideology jahiliyah (yang posisinya telah digantikan oleh Islam dengan landasan akidah), mereka mungkin tidak paham Islam atau mungkin menolaknya.”
“Sebagai konsekuensi logis dari berdirinya sebuah masyarakat atas landasan akidah—dan tidak berdirinya ia atas landasan unsur-unsur paksaan lainnya—ia (Islam) mendirikan sebuah komunitas kemanusiaan universal dan eksklusif; ia terbuka untuk semua individu dari beragam ras, warna kulit, bahasa, suku bangsa, darah, nasab, negara, dan tanah air, dengan sepenuh kebebasan mereka dan pilihan pribadi mereka. Mereka tidak boleh dihalang-halangi oleh siapa pun juga, tidak boleh dihadang oleh penghadang apa pun juga, dan tidak boleh dibatasi dengan batasan-batasan yang dibut-buat…”
“Islam tidak ingin membebaskan manusia dari berhala-berhala batu dan dewa-dewa kuno namun kemudian membiarkan mereka menyembah berhala-berhala rasisme dan nasionalisme berikut antek-anteknya atau membiarkan mereka berperang dibawah panji-panji dan syiar-syiar berhala ini. Dia hanya menyeru mereka supaya tunduk kepada Allah semata, ketundukan kepada-Nya saja, tidak kepada sesuatu pun dari makhluk-Nya!”
“Dengan demikian, ungkapan al-qur’an tentang hakikat tauhid ada dalam dua bentuk kalimat sekaligus; perintah dan larangan; supaya yang satu menguatkan yang lain; penguat yang menghilangkan seluruh celah yang mungkin bisa dimasuki oleh kemusyrikan dalam suatu bentuk diantara bentuk-bentuknya yang banyak!”
“…jika hakikat-hakikat ibadah hanya ritual-ritual peribadatan, Ia sangat tidak berhak mendapat perhatian kafilah mulia yang terdiri dari para rasul dan kerasulan mereka. Ia tidak berhak memperoleh perhatian jerih payah yang meletihkan yang dipersembahkan para rasul ‘alaihis-salam. Dan, ia juga tidak berhak menjadi tujuan aneka azab dan siksaan yang diderita oleh para dai dan orang-orang beriman di sepanjang zaman!”
“Ketundukan kepada Allah membebaskan manusia dari ketundukan kepada yang lain-Nya dan menyelamatkannya dari menyembah hamba kepada menyembah Allah semata.”
“Ketundukan kepada hamba tidak berhenti pada batasan ketundukan kepada para penguasa, pemimpin, dan pembuat undang-undang. Ini hanyalah bentuknya yang kasat mata, namun bukan segala-galanya! Ketundukan kepada hamba mengejawantah dalam bentuk-bentuk lain yang samar, tetapi kadang kala malah lebih kuat, lebih mendalam, dan lebih keras dari bentuk yang ini!”
“Semua pengorbanan yang dituntut oleh jihad di jalan Allah tidak lain agar hanya Allah sajalah yang disembah di muka bumi; supaya manusia terbebas dari menyembah thaghut dan berhala; serta agar kehidupan manusia meningkat ke cakrawala tertinggi yang dikehendaki Allah untuknya.”
“Fikih Islam tidak lahir di ruang hampa, sebagaimana ia juga tidak hidup dan tidak bisa dipahami dalam ruang hampa. Fikih Islam tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Islam seiring pergerakannya dalam merespons keperluan-keperluan riil kehidupan umat Islam…”
“Masyarakat Islam adalah masyarakat baru, masyarakat modern dan masyarakat yang selalu bergerak dalam perjalanannya untuk membebaskan manusia…semua manusia…di bumi…di seluruh bumi…dari ketundukan kepada selain Allah Subhanahu wata’ala; dan untuk mengangkat manusia ini dari kehinaan akibat tunduk kepada thaghut-thaghut, siapa pun juga thaghut-thaghut itu!”
“Fikih Islam tumbuh dalam ruang hampa dan tidak hidup dalam ruang hampa. Ia tidak tumbuh dalam otak dan kertas, tetapi tumbuh dalam realita kehidupan…dan tidak sembarang kehidupan!”
“Pergerakan ini pasti akan mendapat fitnah, siksa dan ujian. Akan mudah difitnah orang yang mudah difitnah, dan akan murtad orang yang murtad; akan membenarkan Allah orang yang membenarkan-Nya hingga ia mati dan gugur sebagai syahid, dan akan tabah orang yang tabah dan ia akan tetap berjalan dalam pergerakannya hingga Allah Subhanahu wata’ala memutuskan antara ia dan kaumnya dengan sebenarnya dan hingga Allah Subhanahu wata’ala mengusahakannya di muka bumi.”
“Agama Allah tidak mau jika ia hanya dijadikan sekadar kendaraan yang nyaman atau pembantu yang taat, untuk menanggapi masyarakat jahiliyah yang desersi ini, yang berpura-pura di hadapannya, dan yang melarikan diri darinya, yang selalu mencemoohnya dari waktu ke waktu…”
“Perang militer dalam pergerakan Islam bukanlah peperangan senjata, kuda, prajurit, perbekalan, persiapan, dan strategi militer belaka. Peperangan parsial ini tidak terpisah dari peperangan besar di alam jiwa dan alam tatanan social umat Islam. Ia punya hubungan kuat dengan kejernihan jiwa tersebut, ketulusannya, keikhlasannya, serta kebebasannya dari belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan yang mengenyahkan kejernihannya dan merintangi perjalanannya menuju Allah!”
“Jika seorang nabi telah memakai baju besinya, tidak pantas baginya untuk menanggalkan kembali hingga Allah memberi keputusan untuk dirinya dan musuhnya!” seru Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.”
“Pasukan musyrik merangsek mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau tengah sendirian dan tidak dikelilingi kecuali oleh beberapa orang yang bisa dihitung dengan jari, orang-orang yang sedikit ini bertempur mati-matian untuk melindunginya hingga mereka mati terbunuh! Wajah beliau terluka. Gigi kanan bagian bawahnya patah. Pelindung kepalanya pecah. Lalu pasukan musyrik melemparinya dengan bebatuan hingga pelindung kepalanya itu jatuh disampingnya,…”
“Wahai Rasulullah, sungguh aku sangat ingin ikut serta di setiap peperangan yang Anda ikuti. Namun, bapakku memerintahkanku tetap di rumah untuk melindungi anak-anak perempuannya pada perang uhud, maka sekarang ijinkanlah aku ikut perang bersama Anda!” (Jabir bin ‘Abdullah)
“Aku, demi Allah, wahai Rasulullah, sangat ingin menemaninya di surge. Umurku sudah senja dan tulangku sudah rapuh, namun aku sangat rindu bertemu denga Tuhanku. Mintalah kepada Allah, wahai Rasulullah, agar menganugerahkan syahadah untukku dan pertemanan dengan Sa’ad di surge.” (Khaitsumah)
“Ya Allah, aku bersumpah kepada-Mu bahwa besok aku akan bertemu musuh, lalu mereka membunuhku, membelah perutku, memotong hidung dan telingaku, kemudian Engkau akan menanyaiku, “Demi siapa semua itu?’ aku akan menjawab, ‘Demi-Mu!’” (‘Abdullah bin Jahsy)
“Sesungguhnya agama ini adalah suatu manhaj untuk kehidupan manusia, realisasinya dalam kehidupan manusia hanya akan terwujud dengan usaha manusia, dan dalam batasan-batasan kemampuan manusia.”
“Allah tentu saja mampu mengubah fitrah manusia dengan agama ini atau dengan yang lainnya sebagaimana Dia juga mempu menciptakannya untuk pertama kalinya denga fitrah lain. Tetapi, Dia menghendaki menciptakan manusia dengan fitrah ini; menhendaki menciptakan kehendak dan respons untuk manusia ini; menghendaki menjadikan petunjuk sebagai buah jerih payah, pembelajaran, dan respons…”
“Manhaj Ilahi yang dijabarkan Islam ini tidak akan terealisasi di muka bumi ini, di dunia manusia, hanya karena ia turun dari sisi Allah; ia tidak akan terealisasi hanya dengan penyampaian dan pemberitahuannya kepada manusia; dan ia tidak akan terealisasi dengan pemaksaan Tuhan … ia hanya akan terealisasi jika ia diemban oleh sekelompok manusia yang mengimaninya dengan keimanan yang sempurna; konsisten di jalannya—menurut kadar kemampuannya; menjadikannya tugas hidupnya dan puncak cita-citanya; berusaha keras merealisasikannya di hati orang lain dan dalam kehidupan praktisnya; dan berperang habis-habisan untuk cita-cita ini tanpa menyisakan sedikit pun usaha dan tenaga…”
“Satu syarat yang mesti terealisasi, kelompok-kelompok manusia harus menyerahkan kepemimpinannya kepada manhaj ini, mengimaninya, tunduk kepadanya, dan menjadikannya asas kehidupannya, moto pergerakannya, dan penuntun langkah-langkahnya di jalan yang terjal dan panjang ini.”
“Apabila kita perhatikan ulasan al-qur’an atas Perang Uhud, kita akan menemukan ketelitian, kedalaman, dan komprehensivitas, ketelitian dalam membahas segala suasana, seluruh gerakan, dan seluruh lintasan; kedalaman dalam merasuk kedalaman jiwa dan emosi-emosinya yang tersembunyi. Komprehensivitas dalam mencakup seluruh sisi jiwa dan semua aspek peristiwa.”
“Sejarah Islam bukanlah sejarah umat Islam meskipun mereka Muslim dengan nama atau pengakuan! Sesungguhnya sejarah Islam adalah sejarah aplikasi yang sebenarnya dari agama Islam, dalam persepsi manusia dan perilakunya, dalam aspek-aspek kehidupannya dan sistem sosialnya. Jadi, Islam adalah poros yang tetap.”
“Hingga tatkala jahiliyah telah sampai klimaksnya, Allah mengutus seorang Rasul yang mengembalikan mereka ke Islam dan membebaskan mereka dari cengkraman jahiliyah…kebebasan pertama yang diusahakannya untuk mereka adalah kebebasan dari ketundukan kepada selain Allah Subhanallahu wata’ala yang terdiri tuhan-tuhan yang beraneka…”
“Hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala para aktivis dakwah wajib mendapati hakekat Tuhannya di jiwa mereka dalam bentuk seperti ini, agar dengan keimanannya dan kebesaran dirinya mereka mampu berdiri dihadapan kekuatan-kekuatan jahiliyah yang zalim di sekitarnya: dihadapan kekuatan materi; kekuatan industry; kekuatan harta benda; kekuatan ilmu pengetahuan; kekuatan; sistem; sarana dan prasarana; eksperimen; dan pengalaman.”
“Satu hal yang mesti diyakini dengan sepenuh hati oleh para pionir kebangkitan Islam di seluruh negeri adalah: Allah Subhanallahu wata’ala tidak memisahkan umat Islam dari musuh-musuhnya dari kaumnya sendiri melainkan sesudah mereka memisahkan diri dari musuh-musuhnya; memaklumatkan perpisahan dengan mereka karena kemusyrikan yang tetap mereka pedomani; dan menyampaikan kepada mereka bahwa mereka hanya tunduk kepada Allah Subhanahu wata’ala saja…”
“Rangkaian ayat yang panjang ini menyibak upaya-upaya tidak sedikit yang dilakukan orang-orang munafik untuk menyakiti barisan Islam, memfitnahnya, dan menyibukkannya dengan aneka fitnah, desas-desus dan kedustaan. Dan, pada waktu yang sama, ia juga menyingkap kekacauan dan ketidakstabilan dalam struktur keorganisasian masyarakat Islam pada periode itu…”
“Ketika itulah, setiap individu dalam perkumpulan Islam mendapati siksaan dan ujian dengan seluruh jenisnya, bahkan tidak jarang hingga menyebabkan kematiannya. Saat itulah mereka tidak berani bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, tidak akan berani bergabung dengan perkumpulan Islam, dan tidak akan berani tunduk kepada kepemimpinan yang baru, melainkan orang yang telah mewakafkan hidupnya untuk Allah serta bersiap-siap untuk memperoleh siksaan, fitnahan, kelaparan, pengasingan, azab dan kematian yang kadang kala menimpanya dalam bentuk terburuk!”
“Pertama-tama, seluruh upaya wajib dicurahkan untuk menciptakan pondasi kokoh, yang tersusun dari orang-orang beriman yang tulus, yang telah diuji oleh ujian dan dia bertahan dalam menghadapinya, serta semua usaha harus dikerahkan untuk mendidik mereka dengan pendidikan keimanan yang mendalam sehingga ia semakin kokoh, kuat dan mendalam pemahamannya.”
“Adapun tindakannya terhadap orang-orang munafik, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam diperintah untuk menerima lahir mereka dan menyerahkan batin mereka kepada Allah…beliau juga diperintahkan untuk berpaling dari mereka, bertindak tegas kepada mereka, mengatakan perkataan yang tegas yang menimbulkan bekas di jiwa mereka…”
“…ketika ada manhaj ilahi dan hukum rabbani yang mencantumkan penyembahan hanya dipersembahkan kepada Allah semata,…ketika itulah masalahnya berubah secara fundamental; manhaj ilahi punya hak untuk melampui batasan-batasan kemanusiaan…”
“Sesungguhnya bukan kekeliruan yang tidak disengaja bila orang-orang Quraisy mengambil sikap keras terhadap dakwah La Illaha illallah wa anna Muhammadarrasulullah di Mekkah, dan bila mereka memeranginya dengan peperangan hebat di Madinah. Bukan kekeliruan yang tidak disengaja bila orang-orang Yahudi menghalng-halangi gerakan ini di Madinah dan bergabung dengan orang-orang musyrik dalam satu kesatuan (dan mereka termasuk ahli kitab).”
“Kelompok-kelompok jahiliyah tidak bisa lama-lama menyaksikan Islam tetap berdiri tegak dihadapannya; melawan eksistensinya; menentangnya dengan pertentangan diametral dan mendasar dalam seluruh hal kecil dan hal besar dalam manhaj Islam; dan mengancam kelestariannya kerena kebenaran, dinamika dan gerakan yang dikandung dalam karakter Islam: menghancurkan seluruh Thaghut dan mengembalikan seluruh manusia kepada penyembahan Allah semata.”
“Tetapi, Allah Subhanahu wata’ala menghendaki tegaknya ikatan perkumpulan atas akidah semata dan menyerahnya jazirah Arab kepada Islam dan supaya seluruhnya menjadi pondasi yang menguatkan…”
“Apa yang telah dilakukan kaum musyrik terhadap Nuh ‘alaihis-salam, Hud ‘alaihis-salam, Shalih ‘alaihis-salam, Ibrahim ‘alaihis-salam, Syu’ayb ‘alaihis-salam, Musa ‘alais-salam, Isa ‘alaihis-salam, dan orang-orang beriman di zaman mereka? Lalu apa juga yang telah dilakukannya terhadap Muhammad Shallallahu ‘alai wasallam dan orang-orang yang beriman di zaman mereka? Ternyata, “mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian” setiap kali mereka unggul terhadap orang-orang beriman dan mampu mengalahkan mereka.”
“Kebiadaban yang dilakukan para penganut paganism India ketika Pakistan memisahkan diri darinya tidak kurang kejam atau kurang bengis dari kebiadaban yang dilakukan orang-orang Tartar pada zaman yang telah lama itu: delapan juta orang Islam yang pindah dari Indai—dari kalangan orang-orang yang menjadi sasaran serangan berbaris dan biadab terhadap umat Islam yang tersisa di India dan yang memilih pindah meninggalkan India—hanya tinggal tiga juta orang saja yang sampai ke daerah-daerah tapal batas Pakistan! Sementara lima juta sisanya telah dihabisi di tengah-tengah perjalanan mereka.”
“Tabiat hubungan-hubungan final antara manhaj Allah dan manhaj-manhaj jahiliyah adalah ketidakmungkinan hidup berdampingan kecuali dibawah naungan situasi kondisi dan prasyarat-prasyarat tertentu; landasannya adalah tidak boleh ada satu pun penghalang materialism yang bersumber dari kekuatan Negara; dari system hukum; dan dari situasi kondisi masyarakat di muka bumi yang berdiri tegak melawan maklumat umum yang dikandung Islam…”
“Sungguh tidak ada sedikitpun perubahan dalam sudut pandang agama ini terhadap hakikat kerusakan akidah, penyekutuan Allah Subhanahu wata’ala dan pengingkaran ayat-ayat-Nya yang dilakukan orang-orang Ahli kitab…”
“Allah Subhanahu wata’ala menegaskan tabiat sikap Ahli kitab terhadap umat Islam dalam banyak tempat di kitab-Nya yang mulia. Dia kadang kala membicarakan mereka saja; adakalanya membicarakan mereka bersama-sama dengan orang-orang kafir dari kalangan orang-orang musyrik…”
“Dalam sejarah modern, mereka berada di balik seluruh musibah yang menimpa umat Islam di semua tempat di muka bumi; mereka berada di balik semua usaha pemusnahan para pionir kebangkitan Islam; dan mereka adalah para pelindung yang melindungi setiap situasi kondisi yang deprogram untuk usaha pemusnahan ini di seluruh penjuru Dunia Islam. Itulah pekerjaan orang-orang Yahudi.”
“Tindakan pertama yang dilakukan oleh Richard ‘The Lion Heart’ dari Inggris adalah membunuh 3000 tawanan Islam di depan kamp pasukan Islam, padahal mereka telah meminta jaminan keamanan kepadanya, dan ia pun telah berjanji menjamin keamanan mereka, namun kemudian ia mengkhianati janjinya sendiri dengan melakukan pembunuhan dan pemusnahan” (Gustav Loben, kristiani dari Prancis).
“Menelanjangi Ahli kitab dari prasangka bahwa mereka masih berada dalam lingkup agama Allah Subhanahu wata’ala adalah lebih wajib dan lebih penting daripada menjelaskan keadaan orang-orang musyrik yang terang-terangan dalam kemusyrikannya dan yang mempersaksikan kekafiran mereka dengan akidah dan ritual-ritual ibadahnya.”
“Mereka menciptakan beragam muslihat untuk menutupi hakikat situasi kondisi mereka ciptakan itu sambil menanggung seluruh beban keuangan, politik, dan ideologinya. Mereka memberinya seluruh hal yang bisa melindunginya, baik pena-pena intelijen-intelijen mereka, sarana prasarana madia massa dunia mereka, maupun seluruh kekuatan, muslihat, dan pengalaman yang mereka miliki.”
“Sesungguhnya kewajiban pertama para dai agama ini di muka bumi adalah membredel symbol-simbol palsu yang disematkan kepada situasi kondisi yang di tegakkan untuk memberangus akar-akar agama Islam di seluruh penjuru bumi!”
“Sabar mesti ada dalam semua ini; sabar mesti ada dalam melaksanakan ketaatan, dalam menahan diri dari kemaksiatan, dalam memerangi orang-orang yang menentang Allah, dalam menghadapi muslihat dengan beragam coraknya, dalam menanti lamanya datangnya pertolongan, dalam menanggung lamanya keletihan, dalam mengenyahkan kebatilan, dalam sedikitnya penolong, dalam panjangnya jalan berduri, dalam menghadapi bengkoknya jiwa, kesesatan hati, kepayahan penentangan, dan terobeknya kehormatan.”
“Sungguh tidak sepatutnya bagi yang menghadapi jahiliyah dengan Islam berprasangka bahwa Allah akan membiarkannya menjadi mangsa jahiliyah padahal dirinya menyerukan penauhidan Allah Subhanahu wata’ala dengan ketuhanan-Nya. Sebagaimana ia juga tidak patut untuk membandingkan kekuatan pribadinya dengan kekuatan-kekuatan jahiliyah…”
“Orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah subhanahu wata’ala tidak punya kewajiban apa pun selain menunaikan kewajiban mereka secara sempurna, dengan mencurahkan segenap kemampuan yang dimilikinya, lalu menyerahkan seluruh urusan kepada Allah…”

Jihad 3

Bagian Ketiga :
Manhaj Harakah Islam (Sayyid Quthb)
Gerakan Islam merupakan gerakan yang tidak cukup hanya beretorika di hadapan kekuatan kapital, sebagaimana ia tidak bisa memanfaatkan kekuatan kapital untuk menyentuh nurani tiap-tiap orang. Implementasi syariat Allah semata dan pemakzulan undang-undang manusia di sisi lain, semua itu tidak bisa terealisasi hanya dengan retorika dan wacana. Sesungguhnya jihad merupakan sesuatu yang diperlukan bagi dakwah jika tujuannya adalah proklamasi pembebasan manusia. Langkah kaum Muslimin menahan diri dari berjihad dengan pedang bisa dimaklumi, karena langkah ini memungkinkan terpeliharanya kebebasan menyampaikan dakwah di Mekah. Sebelum bertolak jihad ke medan perang, seorang Muslim semestinya telah menceburkan diri dalam jihad akbar melawan setan di dalam dirinya sendiri, yakni menepis hawa nafsu dan syahwatnya, ketamakan dan ambisi-ambisinya, kepentingan-kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya, serta melawan segala bentuk symbol Islam, dan segala motivasi selain motivasi peribadatan kepada Allah, implementasi kekuasaan-Nya di bumi, dan pemakzulan kekuasaan para thaghut yang merampas otoritas Allah. Kita tidak boleh tertipu dan gentar oleh hujatan-hujatan kaum orientalis terhadap doktrin jihad. Sudah semestinya Islam mulai mengambil inisiatif gerakan. Karena, Islam bukanlah aliran suatu kaum, dan bukan pula aturan yang berlaku di suatu daerah. Islam merupakan manhaj Allah bagi kehidupan kemanusiaan. Islam adalah manhaj Allah bagi kehidupan kemanusiaan. Islam adalah manhaj yang berlandaskan pengesaan Allah semata sebagai Tuhan—yang tercermin dalam pemerintahan. Islam mengatur kehidupan nyata dalam segala aktivitas keseharian. Dan jihad, di mata Islam, adalah perjuangan untuk menegakkan manhaj dan membangun sistem. Dimana pun terwujud komunitas muslim—di mana manhaj Ilahi tercermin di dalamnya—maka Allah akan menganugerahkan kepadanya otoritas pergerakan dan kebebasan untuk menerima kedaulatan-Nya dan membumikan undang-undang-Nya, sembari menyerahkan persoalan akidah yang bersifat intuitif kepada kebebasan intuisi. Apabila Allah menahan tangan-tangan umat Islam—suatu ketika—dari jihad (perang), maka ini adalah persoalan strategi, bukan persoalan tataran prinsip; ini adalah persoalan kepentingan harakah, bukan persoalan akidah.

Tentang Penulis :
Sayyid Quthb adalah seorang mufassir, sastrawan kenamaan dan penulis tema-tema keislaman, yang berkebangsaan Mesir. Dia dikenal sebagai seorang kritikus kebijakan-kebijakan pemerintah, dan salah satu tokoh sentral organisasi Ikhwabul Muslimin pasca wafatnya sang pendiri, Hasan al-Banna. Karya tulisnya yang fenomenal dan cukup menggemparkan rezim pemerintah (Jamal Abdul Nasser) Mesir kala itu adalah Ma’alim fith-Thariq; kitab ini mengantarkannya berada di balik jeruji besi hingga akhirnya menjemput syahid di tiang gantungan. Sementara magnum opusnya adalah Tafsir fi Zhilalil-Qur’an.

Jihad 2

Bagian Kedua :
Risalah Tentang Jihad (Imam Hasan al-Banna)
Allah telah mengeluarkan ultimatum bagi orang-orang yang enggan berjihad bahwa mereka akan menerima siksaan yang pedih. “Barang siapa yang meninggal sementara ia belum pernah dan dirinya tidak peduli dengan perang, berarti ia mati dalam salah satu cabang kemunafikan” (H.r. Muslim dan Abu Dawud). Jika pasukan musuh berhasil menaklukkan salah satu Negara Islam, maka hukum jihad (berubah) menjadi fardhu ‘ain. Allah Swt mewajibkan jihad bagi kaum Muslimin bukan sebagai media untuk bertindak sewenang-wenang, bukan pula sebagai sarana untuk meraih ambisi-ambisi pribadi, melainkan untuk menjamin keberlangsungan dakwah, menjaga stabilitas keamanan, dan membumikan risalah agung. Untuk itu, bersiaplah kalian untuk menjemput kematian yang mulia, niscaya kalian akan mendapatkan kebahagiaan yang sempurna! Semoga Allah menganugerahkan kepada kami, juga kepada kalian, kemuliaan mati syahid fi sabilillah. Amin.

Tentang Penulis :
Imam Hasan al-Banna adalah pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir. Beliau wafat setelah ditembak secara misterius oleh orang tak dikenal. Namun, diduga kuat penembakan itu dilakukan oleh rezim pemerintah Mesir kala itu untuk membungkam Hasan al-Banna kerena beberapa statemennya yang dianggap subversif.

Jihad 1

JUDUL : PENGGETAR IMAN DI MEDAN JIHAD
PENULIS : ABU A’LA AL-MAUDUDI – HASAN AL-BANNA – SAYYID QUTHB
PENERBIT : USWAH
TAHUN : 2009

Bagian Pertama :
Jihad fi Sabilillah (Abul A’la al-Maududi)
Karena ulah kaum orientalis, telinga masyarakat Eropa menjadi mudah terusik ketika kata “jihad” digemakan. Sejatinya Islam merupakan pemikiran (fikrah) dan manhaj yang revolusioner, yang hendak meruntuhkan tatanan sosial dunia secara total. Jihad Islam bukanlah jihad yang tanpa orientasi, melainkan jihad yang dikobarkan pada jalan Allah (fi sabilillah). Allah tidak mengakui amalan jihad kecuali bila itu dilakukan secara ikhlas demi mendapatkan balasan (melihat) wajah Allah yang Mulia dan dalam rangka merengkuh keridhaan-Nya. Dakwah Islam sebenarnya seruan menuju revolusi sosial, seruan yang sejak awalnya menghendaki pelenyapan total kekuasaan orang-orang yang bersemayam di atas singgasana ketuhanan dan memperbudak manusia. Al-qur’an telah menetapkan bahwa orang yang tidak memenuhi seruan jihad dan tidak ikut berjuang, maka orang tersebut dianggap termasuk golongan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Dikotomi perang ofensif dan perang defensif tidak tepat diaplikasikan pada jihad Islam dalam keadaan apa pun. Karena, jihad Islam sesungguhnya bersifat ofensif sekaligus defensif. Dikatakan “ofensif”, sebab kelompok Islam ini menantang dan menentang pemerintahan-pemerintahan yang berlandaskan prinsip-prinsip yang bertentangan dengan Islam; kelompok Islam ingin menghancurkan pemerintahan seperti ini dan siap mengangkat senjata untuk itu. Sementara dikatakan “defensif”, sebab kelompok Islam terkondisikan untuk mendirikan kekuasaan dan memperkokoh fondasi-fondasinya hingga dapat menjalankan tugas sesuai dengan agenda dan garis kebijakannya. Kelompok Islam tidak akan menyerang secara fisik kelompok lain yang berseberangan dan bertentangan dengannya, namun ia hanya akan menyerang prinsip-prinsip yang dipedomaninya. Seorang muslim tidak akan berperang untuk mendapatkan jabatan penting yang akan membuat dirinya hidup nyaman dan leluasa bergelimang kenikmatan dan nafsu syahwat. Orang yang ambisius merengkuh kenikmatan dan hal-hal yang menyenangkan dalam hidup, umumnya ia tidak berani memegang kendali urusan kaum Muslimin di genggaman tangannya.

Tentang Penulis :
Abul-A’la al-Maududi adalah pendiri sekaligus perumus kebijakan organisasi Jamaat-i-Islami (Partai Islam) di India, dan salah satu tokoh kemerdekaan Pakistan. Ia lahir pada tahun 1903 M. (1321 H). sejak kecil ia dikenal sangat jenius, sehinga membuat banyak orang berdecak kagum atas kepintarannya. Pada tahun 1954, ia dituntut hukuman mati karena protesnya atas kasus Ahmadiyah dan tuntutannya agar pemerintah menjadikan Ahmadiyah sebagai minoritas non-Muslim, namun akhirnya bebas setahun kemudian setelah pengadilan menyatakan tak cukup bukti.

Kamis, 15 Oktober 2009

Aku Hidup

Hidup tak seindah yang kita bayangkan sobat!
hidup akan bermakna bila kita memaknainya dengan benar,
hidup seperti permainan bila kita mepermainkannya,
hidup sebuah harapan bila kita menjalankannya sesuai fitrah.
jalani hidup ini apa adanya,
nikmati tiap waktu yang menjadi kesempatan kita
untuk membuktikan cinta kita padaNya
hidup pasti penuh arti.
tanda kehidupan adalah gerak,
naka bergeraklah menuju keridhaan-Nya.
semangat berjuang meraih cinta terindah.

Minggu, 11 Oktober 2009

Aku Kini :)

Untuk apa ku sesali hidup
Bukankah seharusnya aku mensyukurinya
Hidup adalah sebuah kesempatan pembuktian cinta
Cinta yang hakiki dan abadi
Kadang kenikmatan dunia ini memang melenakan
Bagaikan fatamorgana, Dunia dianggap keabadian
Hidup ini indah bila kita menyadarinya
Sakit, sedih, kecewa, marah, benci hanyalah sementara
Bagitupun dengan kesenangan dan kebahagiaan yang kita rasakan
Karena hakikat hidup demikian
Nikmatilah hidup ini teman!
Jalani semua sesuai kehendak-Nya
Lakukan apa yang kamu yakini pada saat ini
Sadari apa yang kau lakukan apakah sesuai dengan kehendak-Nya?
Sehingga engkau dapat mempertanggungjawabkan hidupmu dihadapan-Nya kelak!