Selasa, 20 Oktober 2009

Sekular-Liberal

JUDUL BUKU : MENGAPA BARAT MENJADI SEKULAR-LIBERAL?
PENULIS : ADIAN HUSAINI
PENERBIT : CENTER FOR ISLAMIC AND OCCIDENTAL STUDIES (CIOS)
TAHUN : 2007
Sekularisme memang merupakan fenomena khas dalam dunia Kristen. Menurut Bernard Lewis, “Sejak awal mula, kaum Kristen diajarkan- baik dalam persepsi maupun praktis- untuk memisahkan antara Tuhan dan kaisar dan dipahamkan tentang adanya kewajiban yang berbeda antara keduanya. Sedangkan menurut Leewen, persentuhan antara kultur sekular Barat dengan kultur tradisional religius di Timur Tengah dan Asia, adalah bermulanya babak baru dalam sejarah sekularisasi. Sebab, kultur sekular adalah hadiah Kristen kepada dunia.
Pandangan Lewis dan Leeuwen merupakan babak baru dalan sejarah peradaban Barat, dimana ke-Kristenan telah mengalami tekanan barat, sehingga dipaksa untuk memperkecil atau membatasi wilayah otoritasnya. Gereja dipaksa menjadi secular, dengan melepaskan wilayah otoritasnya dalam dunia politik. Fenomena sekularisasi dan liberalisasi pada peradaban Barat –yang kemudian diglobalkan ke seluruh dunia- sebenarnya dapat ditelusuri dari proses sejarah yang panjang yang dialami oleh salah satu peradaban besar di dunia ini.
Dalam sejarah Kristen Eropa, kata “secular” dan “liberal” dimaknai sebagai pembebasan masyarakat dari cengkeraman kekuasaan Gereja, yang sangat kuat dan hegemonic di Zaman Pertengahan. Proses berikutnya bukan saja dalam bidang sosial-politik, tetapi juga menyangkut metodologi pemahaman keagamaan. Misalnya, muncul pemikiran Yahudi Liberal (Liberal Judaism),dengan tokohnya Abraham Geiger. Begitu juga merebaknya pemikiran teologi liberal dalam dunia Kristen. Proses sekularisasi-liberalisasi agama, kemudian diglobalkan dan dipromosikan ke agama-agama lainnya, termasuk Islam.
Sejarah Kekristenan, kata Bernard Lewis, banyak diwarnai dengan perpecahan (skisma) dan kekafiran (heresy), dan dengan konflik antar kelompok yang berujung pada peperangan atau persekusi. Sejarah bermula sejak zaman Konstantine, dimana terjadi konflik antara Gereja Konstantinopel dan Roma; antara Katolik dan Protestan dan antara berbagai sekte dalam Kristen. Setelah konflik-konflik berdarah banyak terjadi, maka muncul kalangan Kristen yang berpikir, bahwa kehidupan toleran antar kelompok masyarakat hanya mungkin dilakukan jika kekuasaan Gereja untuk mengatur politik dihilangkan, begitu juga campur tangan Negara terhadap Gereja.
Di zaman hegemoni kekuasaan Gereja inilah lahir sebuah institusi Gereja yang sangat terkenal kejahatan dan kekejamannya, yang dikenal sebagai “INQUISISI”. Karen Armstrong, mantan biarawati dan penulis terkenal, menggambarkan kejahatan institusi Inquisisi Kristen dalam sejarah sebagai berikut : “Sebagian besar kita tentunya setuju bahwa salah satu dari institusi Kristen yang paling jahat adalah Inquisisi, yang merupakan instrument terror dalam Gereja Katolik sampai dengan akhir abad ke-17. Metode inquisisi ini juga digunakan oleh Gereja Protestan untuk melakukan persekusi dan control terhadap kaum katolik di Negara-negara mereka”.
Ada sebagian kalangan yang dengan gegabah mencoba menyamakan antara al-Qur’an dengan Bible, dengan menyatakan, bahwa semuanya adalah Kitab Suci, dan semuanya mukjizat. Padahal, kalangan ilmuwan Barat yang jeli, bisa membedakan antara kedua Kitab agama itu. Teks al-Qur’an tidak mengalami problem sebagaimana problem teks Bible.
Problem yang kemudian muncul ialah, ketika para ilmuwan dan pemikir diminta mensubordinasikan dan menundukkan semua pemikirannya kepada teks Bible dan otoritas Gereja, justru pada kedua hal itulah terletak problem itu sendiri. Disamping menghadapi problema otentisitas, Bible juga memuat hal-hal yang bertentangan denga akal dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Melalui dominasi dan hegemoninya, Barat berusaha mengglobalkan konsep-konsep keilmuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pemikiran Islam. Proses liberalisasi dan sekularisasi di berbagi bidang yang terjadi di dunia Islam tidak lain adalah bagian dari globalisasi yang berangkat dari pengalaman dan realitas Barat dengan berbagai unsur yang membentuknya, seperti tradisi Judeo Cristian, tradisi Greek, dan unsur-unsur suku-suku bangsa Eropa. Sebagai satu peradaban besar yang masih eksis hingga kini, Islam memiliki banyak perbedaan fundamental dengan peradaban Barat.
Jika perbedaan konsepsi dan sejarah antara teologi Kristen dengan Islam, benar-benar dikaji secara cermat, seyogyanya tidak perlu ada kalangan Muslim yang latah menyebarkan paham sekularisme, pluralism agama, metode kajian Bible untuk al-Qur’an dan sebagainya.
Yang perlu kita pahami adalah bahwa sekularisme dan liberalisme bukan berasal dari ajaran Islam, atau tradisi intelektual Islam. Keduanya merupakan produk konsep agama yang bermasalah dan kekecewaan Barat terhadap agama itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar