Selasa, 20 Oktober 2009

Perenungan

Saat ini, seluruh dunia menyaksikan kegagalan kapitalisme. Selama hampir dua abad dipraktikkan dan mendominasi seluruh dunia, kapitalisme tidak menghasilkan manfaat apa pun selain menghasilkan kemiskinan, peperangan, ancaman dan terror, penjajahan, kezhaliman, kerusakan dan penghancuran, terhadap aspek kemanusiaan, sumber alam, harta dan kekayaan milik umat, martabat dan etika, bahkan terhadap seluruh sendi kehidupan umat manusia. Selama itu kapitalisme telah berlindung di balik topeng manis yang sengaja dibuatnya, seperti Demokrasi, HAM, bantuan ekonomi dan pembangunan, keterbukaan, perdamaian dunia, toleransi, dan berbagai slogan manis lainnya. Padahal, kenyataannya, justru merekalah yang menjadi perusak dan penghancur simbo-simbol manis yang mereka jual kepada negeri-negeri Muslim dan negeri-negeri miskin.
Tidakkah Anda –wahai kaum Muslim- memperhatikan sejarah negeri Anda sendiri, bagaimana dulunya tersuruk dalam kegelapan ajaran paganisme dan animisme, terpecahbelah dalam ratusan suku, lalu muncul Islam, berkembang, dan menjadikan kaum Muslim dan masyarakat yang hidup di dalamnya berada dalam kemakmuran dan keadilan dibawah rahmat dan berkah dari Allah SWT selama ratusan tahun. Itu adalah masa kejayaan Nusantara, dimana kesultanan-kesultanan Islam yang ada di dalamnya terikat menjadi bagian dari Khilafah Islam, yang menerapkan aturan yang satu, yaitu syariat Islam.
Untuk mencegah persatuan kaum Muslim di seluruh dunia –yang ditakuti oleh para penjajah-, mereka menyusupkan paham nasionalisme, yang sejatinya bertentangan dengan ajaran Islam. Tidak heran jika diantara kaum Muslim lalu muncul permusuhan, peperangan, dan saling menghancurkan satu dengan yang lain. Indonesia pernah berkonfrontasi dengan Malaysia, Yaman Selatan dengan Yaman Utara pernah berperang, begitu juga antara Irak dengan Iran, Chad dengan Sudan; padahal mereka adalah kaum Muslim yang satu, negeri-negeri mereka adalah negeri Islam. Nasionalisme telah mengalahkan ukhuwah dan persatuan kaum Muslim. Islam sudah diletakkan di barisan terakhir. Penjajah telah berhasil mendidik intelektual-intelektual muda pribumi yang juga Muslim dengan pendidikan Barat, yang menjauhkan ajaran Islam, dan memformat ulang cara berpikir mereka agar sesuai dengan cara berpikir para penjajah.
Tidakkah Anda –wahai kaum Muslim- memperhatikan sejarah negeri Anda diwarnai tanda-tanda seperti itu? Dan apa yang terjadi di negeri Anda juga sebenarnya terjadi pula di negeri-negeri Islam lainnya? Maka tidakkah Anda mengambil pelajaran dari perjalanan sejarah yang pernah dilalui negeri ini?
Karena itu, apakah negeri kita akan menuju bibir jurang, lalu terperosok ke lubang kehinaan, penderitaan, kemiskinan, kekacauan, perpecahan, peperangan, dan kehancuran; ataukah akan meraih kesadaran, kebangkitan, keberkahan, keadilan, ketentraman, kemakmuran, kesejahteraan, dan keagungan? Itu semua ditentukan oleh Anda –wahai kaum Muslim-, apakah Anda ingin negeri Anda bangkit dengan Islam, agama Anda yang telah dipilih oleh Allah SWT dan diberi jaminan oleh Rasulullah SAW kebenarannya, keagungannya, dan kesempurnaan (syariat)-nya; ataukah Anda akan tetap mengusung Demokrasi, Liberalisme, Sekulerisme, Kapitalisme, HAM, yang selama ini dijajakan oleh para penjajah modern, yang tidak pernah menghendaki kebaikan sedikitpun kepada Anda dan negeri Anda?!
Keputusan apapun yang Anda pilih, akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (QS. Al-anfal [8]: 24)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar